Jumat, 22 Maret 2013

Pendidikan Anak Tuna Netra


PENDIDIKAN  JASMANI  TUNANETRA

Definisi Tunanetra

Pertuni (2004) mendefinisikan tunanetra sebagian dari mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas)“.

Definisi ini menyiratkan bahwa terdapat dua kelompok orang tunanetra berdasarkan sisa kemampuan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa. Kelompok pertama adalah mereka yang tidak memiliki sama sekali kemampuan untuk membaca tulisan biasa sehingga memerlukan media lain seperti Braille atau audio. Kelompok ini selanjutnya kita sebut tunanetra berat. Kelompok kedua adalah mereka yang masih memiliki kemampuan visual untuk membaca tulisan biasa dengan adaptasi tertentu. Adaptasi itu mencakup pembesaran huruf menjadi sekurang-kurangnya 18 point, atau penggunaan alat-alat magnifikasi (kaca pembesar atau CCTV). Karena status penglihatannya sering kali tidak stabil atau tidak dapat difungsikan untuk waktu yang cukup lama, maka kelompok ini juga perlu belajar membaca dengan format lain. Kelompok ini selanjutnya kita sebut tunanetra ringan atau low vision.

Untuk mengatasi kehilangan atau keterbatasan penglihatan guna melakukan kegiatan sehari-harinya, orang tunanetra sering harus melakukan kegiatan itu dengan cara alternatif. Teknik alternatif adalah cara khusus (baik dengan ataupun tanpa alat bantu khusus) yang memanfaatkan indera-indera nonvisual atau sisa indera penglihatan untuk melakukan suatu kegiatan yang normalnya dilakukan dengan indera penglihatan. Karena begitu banyak teknik alternatif yang harus digunakannya, maka pola kehidupannya pun menjadi berubah, berbeda dari orang pada umumnya. Oleh karena itu, Jernigan (1994) mendefinisikan ketunanetraan sebagai berikut: “An individual may properly be said to be "blind" or a "blind person" when he has to devise so many alternative techniques - that is, if he is to function efficiently - that his pattern of daily living is substantially altered.”


A. Ketunanetraan dan Kognisi
Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyek-obyek yang diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap orang dan obyek tergantung pada bagaimana orang dan obyek tersebut tampak dalam dunia kognitifnya, dan citra atau "peta" dunia setiap orang itu bersifat individual. Setiap orang mempunyai citra dunianya masing-masing karena citra tersebut merupakan produk yang ditentukan oleh faktor-faktor berikut: (1) lingkungan fisik dan sosialnya, (2) struktur fisiologisnya, (3) keinginan dan tujuannya, dan (4) pengalaman-pengalaman masa lalunya (Krech, Crutchfield, & Ballachey, 1982). Lebih jauh Krech et al. mengemukakan bahwa meskipun tidak ada dua orang yang memiliki konsepsi yang persis sama mengenai dunia ini, tetapi terdapat banyak fitur yang sama dalam citra semua orang mengenai dunia ini. Hal ini terjadi karena semua orang mempunyai sistem syaraf yang serupa, karena semua orang menggunakan "ungkapan rasa" tertentu secara sama, dan karena semua orang harus menghadapi persoalan tertentu yang mirip. Dunia kognitif anggota suatu kelompok budaya tertentu bahkan memiliki tingkat kesamaan yang lebih besar karena adanya tingkat kesamaan yang lebih besar dalam keinginan dan tujuannya, dalam lingkungan fisik dan sosialnya, dan dalam pengalaman belajarnya.

Dari keempat faktor yang menentukan kognisi individu sebagaimana dikemukakan oleh Krech et al. di atas, individu tunanetra menyandang kelainan dalam struktur fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkunganya. Banyak di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi mereka tentang dunia ini sejauh tertentu mungkin berbeda dari konsepsi orang awas pada umumnya.

Perbedaan penting antara perkembangan konsep anak tunanetra dan anak awas – khususnya untuk konsep obyek fisik - adalah bahwa anak tunanetra mengembangkan konsepnya terutama melalui pengalaman taktual sedangkan anak awas melalui pengalaman visual. Lowenfeld (Hallahan & Kauffman, 1991) mengidentifikasi dua jenis persepsi taktual, yaitu synthetic touch dan analytic touch. Perabaan sintetis mengacu pada eksplorasi taktual terhadap obyek yang cukup kecil untuk dicakup oleh satu atau kedua belah tangan. Bila obyek itu terlalu besar untuk dapat dipersepsi melalui perabaan sintetis, maka dipergunakan perabaan analitis. Perabaan analitis adalah kegiatan meraba bagian-bagian suatu obyek secara suksesif dan kemudian secara mental mengkonstruksikan bagian-bagian tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh. Orang awas dapat mempersepsi bermacam-macam obyek atau bagian-bagian dari satu obyek sekaligus, tetapi orang tunanetra harus mempersepsinya satu demi satu atau bagian demi bagian sebelum dapat mengintegrasikannya menjadi satu konsep.

Satu perbedaan penting lainnya antara perabaan dan penglihatan adalah bahwa perabaan menuntut jauh lebih banyak upaya sadar untuk memfungsikannya. Sebagaimana diamati oleh Lowenfeld (Hallahan & Kauffman, 1991), indera perabaan pada umumnya hanya berfungsi bila aktif dipergunakan untuk keperluan kognisi, sedangkan penglihatan aktif dan berfungsi selama mata terbuka. Oleh karena itu, untuk memperkaya kognisinya, anak tunanetra harus sering didorong untuk mempergunakan indera perabaannya untuk keperluan kognisi. Akan tetapi, di dalam masyarakat kita, di mana obyek-obyek tertentu ditabukan untuk diraba, dorongan untuk mempergunakan indera perabaan itu sering harus dibatasi demi menghindari perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial.

Baiknya persepsi taktual, sebagaimana halnya dengan baiknya persepsi visual, tergantung pada kemampuan individu untuk menggunakan berbagai macam strategi dalam memperolehnya (Berla; Griffin & Gerber – dalam Hallahan & Kauffman, 1991). Anak tunanetra yang membandingkan antara pensil dan penggaris, misalnya, dengan menggunakan bermacam-macam strategi seperti membandingkan panjang masing-masing obyek itu dengan lengannya, dan mendengarkan perbedaan bunyinya bila obyek-obyek itu diketuk-ketukkan ke meja, akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang persamaan dan perbedaan antara kedua obyek tersebut. Satu strategi umum yang sangat penting untuk pengembangan persepsi taktual adalah kemampuan untuk memfokuskan eksplorasi pada fitur-fitur stimulus terpenting – yaitu bagian-bagian yang merupakan ciri khas dari obyek itu (Davidson – dalam Hallahan & Kauffman, 1991). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semakin dini anak tunanetra dilatih dalam penggunaan strategi ini, akan semakin baik perkembangan konsep taktualnya (Berla - dalam Hallahan & Kauffman, 1991).
Seberapa besar perbedaannya dari anak awas, perkembangan konsep anak tunanetra itu akan sangat tergantung pada dua faktor, yaitu tingkat ketunanetraannya dan usia terjadinya ketunanetraan itu (Hallahan & Kauffman, 1991). Anak yang berkesempatan memperoleh pengalaman visual sebelum menjadi tunanetra, sejauh tertentu akan dapat memanfaatkannya untuk memahami konsep-konsep baru. Anak yang tunanetra sejak lahir pada umumnya akan lebih bergantung pada indera taktualnya untuk belajar tentang lingkungannya daripada mereka yang ketunanetraannya terjadi kemudian. Demikian pula, anak yang buta total akan lebih bergantung pada indera taktual untuk pengembangan konsepnya daripada mereka yang masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional (low vision).


B. Ketunanetraan dan Inteligensi
Apakah ketunanetraan berdampak terhadap inteligensi? Kolk dan Tillman (Kingsley, 1999) menarik kesimpulan yang berbeda. Kolk mengkaji sejumlah hasil studi mengenai inteligensi anak-anak tunanetra dan menyimpulkan bahwa pada umumnya skor IQ rata-rata tidak berbeda secara signifikan antara anak tunanetra dan anak awas. Akan tetapi, Tillman menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan. Dengan menggunakan skala verbal WISC (the Wechsler Intelligence Scale for Children), Tillman melaporkan skor IQ rata-rata 92 untuk 110 anak tunanetra usia 7 13 tahun, dibandingkan dengan 96,5 untuk kelompok kontrol yang awas. Tillman menganalisis hasil dari masing-masing item tes dan menemukan bahwa anak-anak yang awas lebih tinggi daripada anak-anak yang tunanetra dalam item tes pemahaman dan tugas-tugas yang menuntut anak untuk menemukan persamaan di antara item-item yang disajikan; tidak ada perbedaan antara anak yang tunanetra dan anak yang awas dalam skala informasi, aritmetika dan kosa kata; tetapi anak tunanetra dapat lebih baik dibanding anak yang awas dalam pengerjaan soal-soal yang menggunakan rentangan bilangan 1-10. Penjelasan yang dikemukakan oleh Tillman untuk perbedaan-perbedaan itu adalah bahwa anak-anak tunanetra kurang mampu mengintegrasikan semua jenis fakta yang sudah mereka pelajari, sehingga masing-masing item informasi itu seolah-olah disimpan dalam kerangka acuan yang terpisah dari item lainnya. Anak-anak yang tunanetra tidak mengalami kesulitan dalam item-item yang menuntut informasi/pengetahuan umum, seperti item-item dalam skala aritmetika dan kosa kata, tetapi mereka mengalami kesulitan dalam item-item seperti pada tes pemahaman atau penilaian tentang persamaan antarobyek, yang menuntut anak menghubungkan berbagai macam item informasi. Seolah-olah semua pengalaman pendidikan anak tunanetra itu disimpan di dalam ruangan yang terpisah-pisah. Jika hal ini benar, maka dapat disimpulkan bahwa, untuk pembentukan persepsi, penglihatan memfasilitasi anak untuk menghubungkan pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda, hubungan yang membantunya dalam memanfaatkan berbagai pengalamannya secara efektif.
Perbedaan temuan di atas mungkin diakibatkan oleh hakikat jenis tes yang dipergunakan untuk kelompok anak tunanetra dan kelompok anak awas. Pelopor dalam pembuatan tes inteligensi bagi individu tunanetra adalah Samuel P. Hayes (Hallahan & Kauffman, 1991). Hayes mengambil item-item verbal dari tes inteligensi Stanford-Binet untuk mengukur inteligensi individu tunanetra. Rasionalnya adalah bahwa item-item tersebut seyogyanya merefleksikan secara tepat inteligensi orang tunanetra karena item-item tersebut tidak begitu bergantung pada penglihatan seperti item-item pada performance test. Tes lain yang dirancang khusus bagi individu tunanetra adalah The Blind Learning Aptitude Test (BLAT), yang merupakan performance test, yang dirancang oleh Newland (Hallahan & Kauffman, 1991). Salah satu fiturnya adalah bahwa tes tersebut mengukur indera taktual (perabaan) - satu kemampuan yang dibutuhkan untuk membaca Braille.


Baik dengan menggunakan tes verbal ataupun tes kinerja, kita harus sangat berhati-hati dalam membandingkan inteligensi individu tunanetra dan individu awas. Warren (Hallahan & Kauffman, 1991) mengemukakan bahwa hampir tidak mungkin kita dapat membandingkan secara langsung antara kedua kelompok tersebut karena sangat sulit untuk mendapatkan alat ukur yang sebanding. Menggunakan tes verbal tidak benar-benar memuaskan karena banyak ahli berpendapat bahwa inteligensi terdiri lebih dari sekedar fasilitas verbal. Menuntut individu awas untuk menggunakan indera perabaannya dan tidak menggunakan indera penglihatannya dalam mengerjakan tes taktual juga tidak adil, karena mereka tidak terbiasa dengan itu. Oleh karena itu, akan bijaksana bila temuan-temuan di atas disimpulkan bahwa sekurang-kurangnya ketunanetraan tidak secara otomatis membuat inteligensi orang menjadi lebih rendah, sebagaimana dikemukakan oleh Hallahan & Kauffman (1991:309), "... there is no reason to believe that blindness results in lower intelligence."
Secara keseluruhan, Lowenfeld (Mason & McCall, 1999) mengemukakan bahwa ketunanetraan mengakibatkan tiga keterbatasan yang serius pada kemampuan individu, dan, pada gilirannya, sangat berdampak pada perkembangan fungsi kognitif. Ketiga keterbatasan tersebut adalah: (1) keterbatasan dalam sebaran dan jenis pengalaman; (2) keterbatasan dalam kemampuan untuk bergerak di dalam lingkungan; dan (3) keterbatasan dalam interaksi dengan lingkungan. Akan tetapi, Kingsley (1999) mengemukakan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa keterbatasan-keterbatasan akibat hilangnya penglihatan ini juga membatasi potensi. Ini berarti bahwa dengan intervensi yang tepat, yang dapat meminimalkan keterbatasan-keterbatasan itu – sebagaimana telah banyak dibuktikan (Beadles et al., 2000; Jindal-Snape et al., 1998)- potensi kognitif anak tunanetra itu dapat berkembang secara lebih baik. Bahwa kognisi anak tunanetra berbeda dengan kognisi anak awas pada umumnya, itu memang merupakan hakikat dari kognisi yang bersifat individual. Apakah dunia kognitif anak tunanetra lebih miskin daripada anak awas? Itu memerlukan penelitian lebih lanjut, dan tergantung pada alat ukur yang dipergunakan, karena, sebagaimana dikemukakan oleh Krech, Crutchfield, & Ballachey (1982), kognisi individu itu diorganisasikannya secara selektif. Hanya obyek-obyek tertentu, di antara semua obyek yang ada di "luar sana", yang masuk ke dalam konsepsinya tentang dunia luar, dan karakteristik obyek-obyek tersebut dapat berubah, disesuaikan dengan tuntutan psikologisnya. “The cognitive map of the individual is not, then, a photographic representation of the physical world; it is, rather, a partial, personal construction in which certain objects, selected out by the individual for a major role, are perceived in an individual manner” (Krech, Crutchfield, & Ballachey, 1982:20). Ini berarti bahwa seorang anak tunanetra mungkin miskin dengan konsep-konsep tertentu tetapi kaya dengan konsep-konsep lain – sesuai dengan selektivitasnya.

C. Ketunanetraan dan Perkembangan Bahasa Anak



Pada umumnya para ahli yakin bahwa kehilangan penglihatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami dan menggunakan bahasa, dan secara umum mereka berkesimpulan bahwa tidak terdapat defisiensi dalam bahasa anak tunanetra (Hallahan & Kauffman, 1991; Kingsley, 1999; Umstead, 1975; Zabel, 1982). Mereka mengacu pada banyak studi yang menunjukkan bahwa siswa-siswa tunanetra tidak berbeda dari siswa-siswa yang awas dalam hasil tes intelegensi verbal. Mereka juga mengemukakan bahwa berbagai studi yang membandingkan anak-anak tunanetra dan awas tidak menemukan perbedaan dalam aspek-aspek utama perkembangan bahasa. Karena persepsi auditer lebih berperan daripada persepsi visual sebagai media belajar bahasa, maka tidaklah mengherankan bila berbagai studi telah menemukan bahwa anak tunanetra relatif tidak terhambat dalam fungsi bahasanya. Banyak anak tunanetra bahkan lebih termotivasi daripada anak awas untuk menggunakan bahasa karena bahasa merupakan saluran utama komunikasinya dengan orang lain.

Satu defisiensi yang oleh beberapa peneliti ditemukan pada bahasa anak tunanetra – tetapi dibantah oleh beberapa peneliti lain (Zabel, 1982) adalah tingginya kadar verbalisme pada bahasa mereka, yaitu penggunaan kata-kata tanpa diverifikasi dengan pengalaman konkret. Verbalisme ini, menurut DeMott (Umstead, 1975), secara konseptual sama bagi anak tunanetra maupun anak awas, karena makna kata-kata dipelajarinya melalui konteksnya dan penggunaanya di dalam bahasa. Sebagaimana halnya dengan semua anak, anak tunanetra belajar kata-kata yang didengarnya meskipun kata-kata itu tidak terkait dengan pengalaman nyata dan tak ada maknanya baginya.
Penelitian tentang perkembangan bahasa dan bicara pada anak balita tunanetra dan awas yang dilakukan oleh Umstead (Umstead, 1975) menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut. Anak tunanetra dan anak awas melalui proses yang sama dalam caranya belajar bahasa dan bicara. Kaidah dasar bahasa sudah dikuasai oleh kedua kelompok anak ini sebelum usia empat tahun. Sebagaimana halnya dengan semua anak, jika anak tunanetra mengalami kelambatan dalam perkembangan fisiknya, proses perolehan bahasanya pun akan lebih lambat pula. Pada awal perkembangan bicaranya, beberapa anak tunanetra menunjukkan kelambatan, mungkin karena anak-anak ini tidak dapat mengamati gerakan bibir dan mulut orang lain. Terbatasnya cara belajar mereka melalui pendengaran tanpa masukan visual itu tampaknya mengurangi efisiensi perkembangan bicaranya tetapi tidak mengakibatkan kesulitan yang signifikan. Kurangnya stimulasi vokal dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan bicara. Jika bayi atau anak tunanetra tidak diajak bicara dan tidak diperlakukan dengan kasih sayang, maka perkembangan bicaranya secara umum akan terhambat. Banyak anak tunanetra lambat dalam pertumbuhan kosa katanya, tetapi ini tampaknya terkait dengan cara orang dewasa memperlakukannya. Pertumbuhan kosa katanya itu akan normal jika anak itu diberi pengalaman konkret dengan obyek yang sama dan dilibatkan dalam kegiatan yang sama sehingga mereka dapat turut melibatkan diri dalam percakapan mengenai kegiatan tersebut.
Temuan-temuan di atas menunjukkan bahwa kalaupun anak tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, hal itu bukan semata-mata akibat langsung dari ketunanetraannya melainkan terkait dengan cara orang lain memperlakukannya. Ketunanetraan tidak menghambat pemrosesan informasi ataupun pemahaman kaidah-kaidah bahasa.

Penyebab dan Gejala-Gejala
Gejala-gejala neuritis optik adalah jika ditemukan satu atau lebih gejala berikut ini:

penglihatan kabur
bintik/bercak buta, terutama pertengahan lapang pandang
nyeri saat pergerakkan bola mata
sakit kepala
buta warna mendadak
gangguan penglihatan pada malam hari
gangguan ketajaman penglihata

Neuritis optik sering diakibatkan oleh penyakit sklerosis multipel. Penyebab lainnya adalah infeksi virus, jamur, ensefalomielitis, penyakit-penyakit otoimun atau tumor yang menekan saraf penglihatan atau penyakit-penyakit pembuluh darah (misalnya radang arteri temporal). Beberapa bahan kimia beracun seperti metanol dan timah hitam dapat menyebabkan kerusakkan saraf optik. Kerusakkan saraf optik dapat juga dikarenakan penyalahgunaan alkohol dan rokok. Neuritis optik dapat juga disebabkan karena gangguan sistem kekebalan tubuh.

Diagnosis

Dokter mata akan memeriksa mata penderita dan menentukan diagnosis neuritis optik. Pemeriksaan mata lengkap termasuk pemeriksaan ketajaman penglihatan, pemeriksaan buta warna serta pemeriksaan retina dan diskus optik dengan menggunakan oftalmoskop. Tanda-tanda klinis seperti gangguan reaksi pupil jelas terlihat selama pemeriksaan mata tetapi pada beberapa keadaan mata terlihat normal. Riwayat medis penderita dapat digunakan untuk mengetahui apakah pernah terpapar/kontak dengan bahan-bahan beracun seperti timah hitam yang dapat menyebabkan neuritis optik.

Pemeriksaan lebih lanjut dengan menggunakan MRI (magnetic resonance imaging) diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Dengan MRI dapat dibuktikan tanda-tanda sklerosis multipel.

Terapi

Pengobatan neuritis optik tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Gangguan penglihatan yang disebabkan infeksi virus akan membaik sendiri setelah diberikan pengobatan terhadap virus. Neuritis optik yang disebabkan bahan-bahan beracun dapat diatasi bila sumber-sumber/kontak dengan racun dihindari.

Pemberian kortikosteroid suntikan yang dilanjutkan dengan pemberian oral pada penderita neuritis optik akibat sklerosis multipel sangat cepat memperbaiki penglihatan penderita, tetapi masih diperdebatkan penggunaanya untuk mencegah kekambuhan. Terapi Percobaan Neuritis Optik menunjukkan bahwa steroid yang diberikan dengan suntikkan intravena efektif untuk mengurangi serangan neuritis optik akibat penyakit sklerosis multipel hingga 2 tahun, tetapi perlu penelitian lebih lanjut. Prednison yang diberikan secara oral tampaknya dapat meningkatkan serangan berulang neuritis optik sehingga terapi ini tidak dianjurkan.

Pencegahan


Gangguan penglihatan yang disebabkan karena neuritis optik biasanya bersifat sementara. Remisi (penyembuhan) spontan terjadi dalam dua hingga lima minggu. Saat masa pemulihan, 65% - 80% ketajaman penglihatan penderita menjadi lebih baik. Prognosis jangka panjang tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Jika serangan ini ditimbulkan oleh infeksi virus maka akan mengalami penyembuhan sendiri tanpa meninggalkan efek samping. Jika neuritis optik dipicu oleh sklerosis multipel, maka serangan berikutnya harus dihindari. Tigapuluh tiga persen penderita neuritis optik akan kambuh dalam lima tahun. Tiap kekambuhan menyebabkan pemulihannya tidak sempurna bahkan memperburuk penglihatan seseorang. Ada hubungan yang kuat antara neuritis optik dengan sklerosis multipel. Pada orang yang tidak mengalami sklerosis multipel maka separuh dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan akibat neuritis optik akan menderita penyakit ini dalam 15 tahun.


Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani Tunanetra
Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang sama pentingnya dengan mata pelajaran lain di sekolah dasar dan sekolah luar biasa. Adapun ruang lingkup dan tujuan pembelajaran pendidikan jasmani tersebut di samping meningkatkan keterampilan gerak dasar juga meningkatkan kesegaran jasmani dan kesehatan serta terapi/rehabilitasi terhadap siswa penyandang cacat/berkelainan. Pendidikan jasmani merupakan pendidikan secara keseluruhan /komprehensif artinya pendidikan untuk Jasmani dan pendidikan melalui jasmani. Hal ini dimaksudkan bahwa pendidikan Jasmani itu untuk meningkatkan kesehatan tubuh dan juga merupakan pendidikan yang merangsang perkembangan personalia/kepribadian siswa meliputi: pengembangan kognitif, afektif, psikomotor, dan sosial-emosional.
Menurut Noerbai, (2000:7) menyebutkan ruang lingkup pendidikan jasmani adalah gagasan pemikiran sebagai hasil kegiatan fisik, mental, emosional, dan yang terjadi dari pengorganisasian program yang difokuskan pada kegiatan fisik untuk mencapai tujuan. Tujuan ini akan dapat dicapai bila pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah luar biasa dilaksanakan dengan efektif. Ini dimaksudkan bahwa semua anak dalam pembelajaran merasa tertarik, senang dan gembira untuk mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani.
Ruang lingkup pendidikan jasmani pada sekolah luar biasa adalah memacu pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, emosional, sosial dan bersifat terapi atau rehabilitasi bagi siswa penyandang cacat.

Secara umum jenis-jenis kegiatan yang diajarkan siswa penyandang cacat/tunanetra meliputi

1. Kegiatan pokok, terdiri atas:

a. Pengembangan kemampuan Jasmani (PKJ)

b. Atletik

c. Senam

d. Permainan

2. Kegiatan pilihan, terdiri atas:

a. Pencak silat

b. Renang;

c. Bulu tangkis:

d. Tenis meja

e. Sepak takraw

f. Permainan tradisional
Modifikasi Pendidikan jasmani Tunanetra di SLB
Pengertian modifikasi olahraga dalam pendidikan jasmani bagi penyandang cacat tidak menunjuk pada salah satu metodologi, model, alat tertentu, dan pengajaran tertentu, namun ia merujuk pada berbagai keterampilan mengajar yang diadaptasi secara baik dan benar oleh guru Dikjas bersangkutan. Dengan derrdkdan dalam pendekatan modifikasi tidak mengubah materi tertentu tetapi disesuaikan dengan kebutuhan (special need physical education) bagi Siswa penyandang cacat. Modifikasi yang diterapkan terhadap siswa tunanetra meliputi: Sport modification. Modifikasi olahraga ini meliputi alat olahraga, metode dan gerak. Hal ini dimaksudkan agar pemberian materi dengan mengutamakan pendekatan suasana bergembira (enjoy and happy) dalam mengikuti gerak aktivitas dalam pendidikan jasmani. (Soepartono dan Isrianto, 1998: 12). Dengan rasa senang tersebut maka aktivitas gerakan tanpa disadari akan meningkat dengan baik. Siswa penyandang cacat dapat tumbuh berkembang menjadi manusia yang sehat, senang percaya diri sehat jasmani dan rohani. (Haag,1978:51).

Pengertian modifikasi olahraga dalam dikjas adalah bentuk layanan adaptasi/penyesuaian aktifitas pendidikan jasmani dengan siswa penyandang cacat. Layanan ini tidak hanya sakedar menunjuk pada salah satu alat atau metode tertentu, akan tetapi lebih dari itu menunjuk pada berbagai keterampilan pengajaran dikjas, agar pelaksanaan/implementasi terhadap kurikulum dikjas di SLB lebih intensif dan efektif. Pembelajaran tradisional tetap masih dilaks-anakan sesuai dengan keadaan di daerah yang berbeda-beda. Pembelajaran tradisional dan modern masing-masing terdapat kelebihan dan kecocokan dengan daerah setempat yang berbeda-beda.


Namun mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendekatan modern diterapkan untuk memudahkan pelaksanaan pembelajaran dalam mencapai tujuan. Meskipun demikian model tradisional hingga saat ini tetap terdapat banyak pangsa pasar yang tetap digunakannya, khususnya di derah-daerah terpencil/pedalaman
Pendekatan baru yang popular saat ini adalah pendekatan modifikasi. Konsep pembelajaran dengan mengunakan modifikasi akan lebih mengutamakan unsur kegembiraan dengan tidak meninggalkan tujuan pendidikan. Sebagai mana dinyatakan oleh (Mutohir, 1996:6, Indahwati, Darmawan, Suroto, Pudjijuniarto, dan Ferianto, 1998: 57, Soepartono, dan lsrianto, 1998: 12) bahwa penekanan utama dalam pembelajaran dengan modifikasi adalah suatu strategi untuk membuat anak menjadi senang-gembira dalam mengikuti berbagai aktifitas gerak.

Perbedaan. Pendekatan Pembelajaran Tradisional .dengan

Pendekatan Modifikas dalam Pendidikan jasmani

(Diadop dari : Indahwati, dkk. 1998:61)

Traditional Aproach
Sport Modification Approach

- Teacher Oriented
- Student Centered

- Linear (Unilateral
- Multilateral

- Invareant (monotony
- Variant

- Sport Based
- Modified Sport Based
Dengan demikian tingkat keterlibatan dan intensitas gerak dasar anak menjadi optimal- Akhirnya tujuan pembelajaran dapat dicapai dan diwujudkan melalui kegiatan pengajaran dengan perencanaan yang matang(Noebai. 2000:15).
Modifikasi pembelajaran (Irztructional modification), disebutkan. oleh Annarino, Cowell, and Hazelton, (1980:332) untuk siswa penyandang cacat dijelaskan bahwa dengan keterbatasan tingkat partisipasi penyandang cacat, serta tuntutan-tuntutan khusus, padanya, baik dalam program pendidikan jasmani regular maupun khusus, memerlukan modifikasi dan penyesuaian strategi pengajarannya. Pemahaman guru Dikjas di SLB, sering melihat bahwa suatu materi dikjas kurang cocok bagi semua siswa, khususnya bagi penyandang cacat, perlu dimodifikasi. Untuk itu materi pembelajaran disesuaikan pada kebutuhan siswa, ambisi, perasaan, tujuan dan kemampuan serta keterbatasan individu, khususnya para penyandang cacat buta.


Aktivitas-aktivitas yang dimodifikasi untuk ekualitas (keseimbangan) partisipasi siswa penyandang cacat Fait & Dunn, (1984), dengan teknik:

1. Mengurangi durasi aktivitas.

2. Mengubah aturan untuk ekualitas partisipasi.

3. Menyesuaikan tinggi net basket, bulutangkis, pingpong, dan bola volly dari standart

4 Memperpendek jarak.

5. Menggunakan tipe tanda yang berbeda.

6. Menggunakan pasangan, kelompok atau obyek (kawat, tali, kayu, pegangan).

7. Meminimalkan aktivitas kontak.

8. Membatasi luas area permainan.

9. Menambah atau mengurangi ukuran obyek permainan.

10. Menambah area ukuran area sasaran.

11. Meminimalkan penggunaan aktivitas tipe eliminasi (Minimiz­ing the ufe of elimination-type activities).

Ini hanyalah sebagian contoh untuk modifikasi teknik pengajaran Dikjas. Kondisi siswa ponyandano, cacat sangat bervareasi/berbeda akan menuntut adanya adaptasi dan modifikasi yang lebih spesifik. Guru dikjas yang kreatif dan sensitif akan menyadari kapasitas dan keterbatasan. anak-anak penyandang cacat, yang kemungkinan mereka tidak dapat berpartisipasi secara penuh dalam aktivitas pendidikan Jasmani. Tanpa adanya adaptasi atau modifikasi agar tercapai kepuasan atau kesenangan dalam partisipasi dalam pendidikan Jasmani, maka tujuan pembelajaran dikjas siswa penyandang cacat tidak efektif dan efisien, sehingga kualitas pengajaran tidak optimal. Soepartono dan Isrianto, (1998:12) menyebutkan pendekatan tradisional yang selama ini digunakan dalam pembelajaran Dikjas di sekolah-sekolah sudah harus diganti dengan pendekatan baru misalnya:"pendekatan sport modification dalam pelaksanaan Dikjas (Physical Education)". KBM dalam pendekatan ini ditekankan pada menciptakan suasana agar siswa senang dan gembira (enjoy and happy) dalam mengikuti berbagai aktivitas gerak dengan dernikian tanpa disadari terjadi pengalaman dasar gerak mereka meningkat. Dengan demikian mereka mendapatkan pengalaman gerak dasar, perkembangan keterampilan gerak, pernahaman dan sikap positif siswa terhadap gerak. Selanjutnya akan terns meningkat yang nantinya kelak akan menjadi manusia dewasa yang sehat jasmani rohani, segar bugar serta berkepribadian yang rnantap (Australian Sport Cornnilsion, 1993).

Layanan Dikjas bagi siswa penyandang cacat dengan fasilitas alat dan lapangan yang standart bukanlah merupakan tuntutan yang mutlak, bahkan akan menyulitkan satu kondisi cacat dengan cacat lainya. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa dengan. pendekatan modifikasi dan individual dapat meningkatkan partisipasi mereka sehingga kualitas pembelajaran meningkat (Soepartono dan Isrianto, 1998:13; Indahwati, Darmawan, G., Suroto, Pudjijuniarto, dan Ferianto, (1998). Misalnya lapangan 40 X 40 m untuk Jalan cepat dan lari yang disiapkan oleh guru.


Hakekatnya pembelajaran pendidikan Jasmani untuk membuat rasa senang, gembira, dan sejahtera melalui gerak aktivitas Jasmani.. (Zeigler, 1977:61) Australian Sport Commission, (1993) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Jasmani dengan dasar keterampilan gerak, pemahaman, dan sikap yang positif terhadap pendidikan Jasmani, diharapkan kelak akan menjadi manusia dewasa yang sehat dan segar Jasmani dan rohani serta kepribadian yang mantap (Soepartono dan Isrianto, 1998:12, Bucher, 1995:72)
Pelaksanaan pendidikan jasmani yang dilaksanakan saat ini berpedoman pada Lesson Plan, yaitu pada setiap pokok bahasan dikembangkan dengan tahapan-tahapan. Tahapan tersebut di antaranya:


a)tahap pendahuluan dan pemanasan,

b) tahap pengembangan keterampilan,

c) tahap keterampilan puncak, dan

d) tahap terahkir pendinginan dan penutup.

Jika diperhatikan dalam proses pembelajaran Dikjas, keterlibatan siswa penyandang cacat yang mengikuti kegiatan maka tampaklah sasaran yang akan dicapai adalah skill development dan affective development atau dua pengembangan yakni ranah keterampilan dan ranah afektif. Dalam program tersebut siswa diajak agar mereka dapat mengerti tujuan peinbelajaran Dikjas, siswa menginterpretasi dan menjelaskan partisipasinya dalam mengikuti kegiatan Dikjas. Hasil dari pemahaman; rasa senang, pengertian, serta keinginan (special need) untuk diterapkan dalam kegiatan gerak dan belajar melalui gerak merupakan kriteria keberhasilan tuivan pembelajaran Dikjas di SLB.


Program Pengajaran Individual dalam dikjas adaptif Tunanetra (Individualized Education Programs)

Program Pengajaran Individual adalah program pembelajaran yang dikhususkan dan diberikan secara individual. Hal ini disebabkan bahwa hakekatnya tidak ada seorangpun yang berkemampuan sama. Terlebih pada siswa panvandang cacat. Siswa penyandang cacat tersebut kemampuannya bervariasi, ad.a yang kemampuannya di atas normal, ada yang normal, dan ada yang di bawah normal. Untuk pengajaran yang dikembangkan akhir-akhir ini mengacu kepada pengajaran individual disebutkan dengan Individualized Physical Education for Special Children and Youth: "In­dividualized instruction has been defined as an instructional strategy that adapts the teaching-learning process for each student. It is designed to provide the best instructional match to individual needs, interests, and characteristics" (Annarino, Cowell, and Hazelton, 1980: 319, Short, 1995:33-35). Siswa penyandang cacat netra di SLB/A pada kelas IV dan V kemampuan jasmani maupun intelektualnya bervareasi. Untuk itu diperlukan pendekatan individual dalam pendidikan jasmani.


Dalam perencanaan PPI terdapat langkah-langkah persiapan, di antaranya:

1. membentuk tim penilai program pengajaran individual (TP3I)

2. mengadakan assesmen kemampuan dan kelemahan siswa.

3. merancang tujuan jangka pendek dan jangka panjang,

4. menentukan metede-prosedur KBM

5. menentukan metode evaluasi.


Beberapa langkah yang ditempuh dalarn pembelajaran individual (Bucher, 1995) mengemukakan sebagai berikut:

Pertama dilakukan assesmen terhadap siswa dengan informasi tim:

a. Hasil tes formal

b. Evaluasi dan observasi informal guru

c. Hasil survey minat dan kebutuhan pendidikan jasmani siswa

d. Hasil evaluasi pernyataan orang tua

e. Informasi para ahli lainnya

Kedua dalam kegiatannya PPI trdapat 6 pernyatan.

Kemampuan siswa saat ini.

a. Tujuan umum dan tujuan kusus

b. Layanan khusus

c. Proyeksi (kapan dan berapa lama durasinya)

d. Memperluas layanan ALB agar ia dapat berpartisipasi dalam program regular

e. Prosedur evaluasi (Murtadlo. 1998: 56, Annarino, Cowell, and Hazelton, 1980: 321)

Tools-tools hacker


Sistem Keamanan Jaringan

 


L
E
H

Bunce Kase
10110004

SEKOLAH TINGGI INFORMATIKA KOMPUTER
(STIKOM) ARTHA BUANA
KUPANG
2013






1.      Carilah aplikasi apa saja tentang Hacker Tools!
2.      Carilah Port-Port apa saja yang berkaitan dengan TCP IP?

Tools ini berfungsi melakukan identifikasi apakah sebuah komputer diinfeksi dengan rootkit. Apa itu tootkit? Ini dia jenis-jenis rootkit:
1. lrk3, lrk4, lrk5, lrk6 (and some variants);
2. Solaris rootkit;
3. FreeBSD rootkit;
4. t0rn (including latest variant);
5. Ambient’s Rootkit for Linux (ARK);
6. Ramen Worm;
7. rh[67]-shaper;
8. RSHA;
9. Romanian rootkit;
10. RK17;
11. Lion Worm;
12. Adore Worm.
Rkhunter – Rootkit, backdoor, sniffer and exploit scanner
Tools ini sangat berguna dalam melakukan scanning system komputer kita terhadap keberadaan rootkit yang teridentifikasi berbahaya atau sangat mencurigakan, backdoors, sniffers, dan exploits.
Tools ini akan melakukan pemeriksaan berikut ini di komputer kita:
- MD5 hash changes;
- files commonly created by rootkits;
- executables with anomalous file permissions;
- suspicious strings in kernel modules;
- hidden files in system directories;
Dalam upaya scanning sistem yang optimal, anda harus mengecek sistem menggunakan RKHUNTER dan CHKROOTKIT.
TCPDump – A powerful tool for network monitoring and data acquisition
Tools ini mengizinkan anda untuk melakukan dumping terhadap lalu lintas jaringan kompute. TCPDump juga dapat digunakan untuk menguji IPv4, ICMPv4, IPv6, ICMPv6, UDP, TCP, SNMP, AFS BGP, RIP, PIM, DVMRP, IGMP, SMB, OSPF, NFS, dan banyak tipe paket data di jaringan. Selain itu, anda juga dapat menggunakan tools ini untuk melakukan track down masalah network, mendeteksi “Ping Attacks”, dan memonitor kegiatan network.
SNORT – Flexible Network Intrusion Detection System
Ini adalah salah satu tools favorit saya dalam mendeteksi penyusup di jaringan. Kemampuan tools ini adalah yang tercanggih dalam mendeteksi attacks dan probes dalam network, seperti buffer overflows, stealth port scans, CGI attacks, SMB probes, dan lain-lain.
Firestarter – program for managing and observing your firewall
Firestarter adalah tools lengkap mesin Linux yang berfungsi sebagai firewall. Memiliki kemampuan real-time dalam menunjukkan probing penyerang pada mesin komputer.
CLAMAV – anti-virus utility for Unix
Clam antivirus adalah antivirus yang didesain untuk mesin Linux. Antivirus ini berkemampuan melakukan scanning pada:
- format Zip, RAR, Tar, Gzip, Bzip2, OLE2, Cabinet, CHM, BinHex, SIS, dan sebagainya
- seluruh format file mail
- seluruh format file dokument, termasuk file Microsoft Office dan file Mac Office seperti HTML, RTF dan PDF.
Netcat – TCP/IP swiss army knife
Netcat adalah sebuah tools simpel dari mesin linux yang berkemampuan membaca dan menuliskan paket-paket data di jaringan, baik yang berprotokol TCP maupun UDP.
John
Lebih terkenal dengan sebutan John the Ripper (JTR), adalah tools yang didesain untuk membantu administrator sistem dalam menemukan kelemahan password. Tools ini mampu digunakan dalam berbagai bentuk chipertext, termasuk Unix’s DES and MD5, Kerberos AFS passwords, Windows’ LM hashes, BSDI’s extended DES, dan OpenBSD’s Blowfish.
Bagi yang ingin melakukan cracking terhadap sebuah password, John the Ripper adalah jawaban terbaik.

Dnsniff – Various tools to sniff network traffic for cleartext insecurities
Dsniff adalah sebuah paket tools yang mengandung beberapa sub-tools di dalamnya untuk menyadap dan mengkreasikan jaringan.
Sub-sub tools itu adalah berikuti ini:
* arpspoof – Send out unrequested (and possibly forged) arp replies.
* dnsspoof – forge replies to arbitrary DNS address / pointer queries on the Local Area Network.
* dsniff – password sniffer for several protocols.
* filesnarf – saves selected files sniffed from NFS traffic.
* macof – flood the local network with random MAC addresses.
* mailsnarf – sniffs mail on the LAN and stores it in mbox format.
* msgsnarf – record selected messages from different Instant Messengers.
* sshmitm – SSH monkey-in-the-middle. proxies and sniffs SSH traffic.
* sshow – SSH traffic analyser.
* tcpkill – kills specified in-progress TCP connections.
* tcpnice – slow down specified TCP connections via “active” traffic shaping.
* urlsnarf – output selected URLs sniffed from HTTP traffic in CLF.
* webmitm – HTTP / HTTPS monkey-in-the-middle. transparently proxies.
* webspy – sends URLs sniffed from a client to your local browser (requires libx11-6 installed).

Dalam protokol jaringan TCP/IP, sebuah port adalah mekanisme yang mengizinkan sebuah komputer untuk mendukung beberapa sesi koneksi dengan komputer lainnya dan program di dalam jaringan. Port dapat  mengidentifikasikan  aplikasi dan layanan yang menggunakan koneksi di dalam jaringan TCP/IP. Sehingga, port juga mengidentifikasikan sebuah proses tertentu di mana sebuah server dapat memberikan sebuah layanan kepada klien atau bagaimana sebuah klien dapat mengakses sebuah layanan yang ada dalam server.
 Port dapat dikenali dengan angka 16-bit (dua byte) yang disebut dengan Port Number dan diklasifikasikan dengan jenis protokol transport apa yang digunakan, ke dalam Port TCP dan Port UDP. Karena memiliki angka 16-bit, maka total maksimum jumlah port untuk setiap protokol transport yang digunakan adalah 65536 buah.
Dilihat dari penomorannya, port UDP dan TCP dibagi menjadi tiga jenis, yakni sebagai berikut:
  • Well-known Port: yang pada awalnya berkisar antara 0 hingga 255 tapi kemudian diperlebar untuk mendukung antara 0 hingga 1023. Port number yang termasuk ke dalam well-known port, selalu merepresentasikan layanan jaringan yang sama, dan ditetapkan oleh Internet Assigned Number Authority (IANA). Beberapa di antara port-port yang berada di dalam range Well-known port masih belum ditetapkan dan direservasikan untuk digunakan oleh layanan yang bakal ada pada masa depan. Well-known port didefinisikan dalam RFC 1060.
  • Registered Port: Port-port yang digunakan oleh vendor-vendor komputer atau jaringan yang berbeda untuk mendukung aplikasi dan sistem operasi yang mereka buat. Registered port juga diketahui dan didaftarkan oleh IANA tapi tidak dialokasikan secara permanen, sehingga vendor lainnya dapat menggunakan port number yang sama. Range registered port berkisar dari 1024 hingga 49151 dan beberapa port di antaranya adalah Dynamically Assigned Port.
  • Dynamically Assigned Port: merupakan port-port yang ditetapkan oleh sistem operasi atau aplikasi yang digunakan untuk melayani request dari pengguna sesuai dengan kebutuhan. Dynamically Assigned Port berkisar dari 1024 hingga 65536 dan dapat digunakan atau dilepaskan sesuai kebutuhan.
Port
Jenis Port
Keyword
Digunakan oleh
0
TCP, UDP
T/A.
Dicadangkan, tidak digunakan.
1
TCP, UDP
TCPmux
TCP Port Service Multiplexer
2
TCP, UDP
compressnet
Management Utility
3
TCP, UDP
compressnet
Compression Process
4
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
5
TCP, UDP
rje
Remote Job Entry
6
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
7
TCP, UDP
echo
Echo
8
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
9
TCP, UDP
discard
Discard;alias=sink null
10
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
11
TCP, UDP
systat
Active Users; alias = users
12
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
13
TCP, UDP
daytime
Daytime
14
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
15
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan (sebelumnya: netstat)
16
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
17
TCP, UDP
qotd
Quote of the Day; alias = quote
18
TCP, UDP
msp
Message Send Protocol
19
TCP, UDP
chargen
Character Generator; alias = ttytst source
20
TCP, UDP
ftp-data
File Transfer Protocol (default data)
21
TCP, UDP
ftp
File Transfer Protocol (control), connection dialog
22
TCP, UDP
SSH
Putty
23
TCP, UDP
telnet
24
TCP, UDP
Any private mail system
25
TCP, UDP
smtp
26
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
27
TCP, UDP
nsw-fe
NSW User System FE
28
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
29
TCP, UDP
msg-icp
MSG ICP
30
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
31
TCP, UDP
msg-auth
MSG Authentication
32
TCP, UDP
Belum ditetapkan
33
TCP, UDP
dsp
Display Support Protocol
34
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
35
TCP, UDP
Any private printer server
36
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
37
TCP, UDP
time
Time; alias = timeserver
38
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
39
TCP, UDP
rlp
Resource Location Protocol; alias = resource
40
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
41
TCP, UDP
graphics
Graphics
42
TCP, UDP
nameserver
Host Name Server; alias = nameserver
43
TCP, UDP
nicname
Who Is; alias = nicname
44
TCP, UDP
mpm-flags
MPM FLAGS Protocol
45
TCP, UDP
mpm
Message Processing Module
46
TCP, UDP
mpm-snd
MPM (default send)
47
TCP, UDP
ni-ftp
NI FTP
48
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
49
TCP, UDP
login
Login Host Protocol
50
TCP, UDP
re-mail-ck
Remote Mail Checking Protocol
51
TCP, UDP
la-maint
IMP Logical Address Maintenance
52
TCP, UDP
xns-time
XNS Time Protocol
53
TCP, UDP
domain
54
TCP, UDP
xns-ch
XNS Clearinghouse
55
TCP, UDP
isi-gl
ISI Graphics Language
56
TCP, UDP
xns-auth
XNS Authentication
57
TCP, UDP
Any private terminal access
58
TCP, UDP
xns-mail
XNS Mail
59
TCP, UDP
Any private file service
60
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
61
TCP, UDP
ni-mail
NI MAIL
62
TCP, UDP
acas
ACA Services
63
TCP, UDP
via-ftp
VIA Systems – FTP
64
TCP, UDP
covia
Communications Integrator (CI)
65
TCP, UDP
tacacs-ds
TACACS-Database Service
66
TCP, UDP
sql*net
Oracle SQL*NET
67
TCP, UDP
bootpc
DHCP/BOOTP Protocol Server
68
TCP, UDP
bootpc
DHCP/BOOTP Protocol Server
69
TCP, UDP
tftp
70
TCP, UDP
gopher
71
TCP, UDP
netrjs-1
Remote Job Service
72
TCP, UDP
netrjs-2
Remote Job Service
73
TCP, UDP
netrjs-3
Remote Job Service
74
TCP, UDP
netrjs-4
Remote Job Service
75
UDP
T/A
Any private dial-out service
76
TCP, UDP
T/A
Belum ditetapkan
77
TCP, UDP
Any private RJE service
78
TCP, UDP
vetTCP
VetTCP
79
TCP, UDP
finger
Finger
80
TCP, UDP
www
81
TCP, UDP
hosts2-ns
HOSTS2 Name Server
82
TCP, UDP
xfer
XFER Utility
83
TCP, UDP
mit-ml-dev
MIT ML Device
84
TCP, UDP
ctf
Common Trace Facility
85
TCP, UDP
mit-ml-dev
MIT ML Device
86
TCP, UDP
mfcobol
Micro Focus Cobol
87
TCP, UDP
Any private terminal link; alias = ttylink
88
TCP, UDP
kerberos
89
TCP, UDP
su-mit-tg
SU/MIT Telnet Gateway
90
TCP, UDP
DNSIX Security Attribute Token Map
91
TCP, UDP
mit-dov
MIT Dover Spooler
92
TCP, UDP
npp
Network Printing Protocol
93
TCP, UDP
dcp
Device Control Protocol
94
TCP, UDP
objcall
Tivoli Object Dispatcher
95
TCP, UDP
supdup
SUPDUP
96
TCP, UDP
dixie
DIXIE Protocol Specification
97
TCP, UDP
swift-rvf
Swift Remote Virtual File Protocol
98
TCP, UDP
tacnews
TAC News
99
TCP, UDP
metagram
Metagram Relay
100
TCP
newacct
(unauthorized use)
101
TCP, UDP
hostname
NIC Host Name Server; alias = hostname
102
TCP, UDP
iso-tsap
ISO-TSAP
103
TCP, UDP
gppitnp
Genesis Point-to-Point Trans Net; alias = webster
104
TCP, UDP
acr-nema
ACR-NEMA Digital Imag. & Comm. 300
105
TCP, UDP
csnet-ns
Mailbox Name Nameserver
106
TCP, UDP
3com-tsmux
3COM-TSMUX
107
TCP, UDP
rtelnet
Remote Telnet Service
108
TCP, UDP
snagas
SNA Gateway Access Server
109
TCP, UDP
pop2
Post Office Protocol version 2 (POP2); alias = postoffice
110
TCP, UDP
pop3
Post Office Protocol version 3 (POP3); alias = postoffice
111
TCP, UDP
sunrpc
SUN Remote Procedure Call
112
TCP, UDP
mcidas
McIDAS Data Transmission Protocol
113
TCP, UDP
auth
Authentication Service; alias = authentication
114
TCP, UDP
audionews
Audio News Multicast
115
TCP, UDP
sftp
116
TCP, UDP
ansanotify
ANSA REX Notify
117
TCP, UDP
uucp-path
UUCP Path Service
118
TCP, UDP
sqlserv
SQL Services
119
TCP, UDP
nntp
Network News Transfer Protocol (NNTP); alias = usenet
120
TCP, UDP
cfdptkt
CFDPTKT
121
TCP, UDP
erpc
Encore Expedited Remote Procedure Call
122
TCP, UDP
smakynet
SMAKYNET
123
TCP, UDP
ntp
Network Time Protocol; alias = ntpd ntp
124
TCP, UDP
ansatrader
ANSA REX Trader
125
TCP, UDP
locus-map
Locus PC-Interface Net Map Server
126
TCP, UDP
unitary
Unisys Unitary Login
127
TCP, UDP
locus-con
Locus PC-Interface Connection Server
128
TCP, UDP
gss-xlicen
GSS X License Verification
129
TCP, UDP
pwdgen
Password Generator Protocol
130
TCP, UDP
cisco-fna
Cisco FNATIVE
131
TCP, UDP
cisco-tna
Cisco TNATIVE
132
TCP, UDP
cisco-sys
Cisco SYSMAINT
133
TCP, UDP
statsrv
Statistics Service
134
TCP, UDP
ingres-net
INGRES-NET Service
135
TCP, UDP
loc-srv
Location Service
136
TCP, UDP
profile
PROFILE Naming System
137
TCP, UDP
netbios-ns
138
TCP, UDP
netbios-dgm
139
TCP, UDP
netbios-ssn
140
TCP, UDP
emfis-data
EMFIS Data Service
141
TCP, UDP
emfis-cntl
EMFIS Control Service
142
TCP, UDP
bl-idm
Britton-Lee IDM
143
TCP, UDP
imap2
144
TCP, UDP
news
NewS; alias = news
145
TCP, UDP
uaac
UAAC Protocol
146
TCP, UDP
iso-ip0
ISO-IP0
147
TCP, UDP
iso-ip
ISO-IP
148
TCP, UDP
cronus
CRONUS-SUPPORT
149
TCP, UDP
aed-512
AED 512 Emulation Service
150
TCP, UDP
sql-net
SQL-NET
151
TCP, UDP
hems
HEMS
152
TCP, UDP
bftp
Background File Transfer Program
153
TCP, UDP
sgmp
SGMP; alias = sgmp
154
TCP, UDP
netsc-prod
Netscape
155
TCP, UDP
netsc-dev
Netscape
156
TCP, UDP
sqlsrv
SQL Service
157
TCP, UDP
knet-cmp
KNET/VM Command/Message Protocol
158
TCP, UDP
pcmail-srv
PCMail Server; alias = repository
159
TCP, UDP
nss-routing
NSS-Routing
160
TCP, UDP
sgmp-traps
SGMP-TRAPS
161
TCP, UDP
snmp
162
TCP, UDP
snmptrap
163
TCP, UDP
cmip-man
CMIP/TCP Manager
164
TCP, UDP
cmip-agent
CMIP/TCP Agent
165
TCP, UDP
xns-courier
Xerox
166
TCP, UDP
s-net
Sirius Systems
167
TCP, UDP
namp
NAMP
168
TCP, UDP
rsvd
RSVD
169
TCP, UDP
send
SEND
170
TCP, UDP
print-srv
Network PostScript
171
TCP, UDP
multiplex
Network Innovations Multiplex
172
TCP, UDP
cl/1
Network Innovations CL/1
173
TCP, UDP
xyplex-mux
Xyplex
174
TCP, UDP
mailq
MAILQ
175
TCP, UDP
vmnet
VMNET
176
TCP, UDP
genrad-mux
GENRAD-MUX
177
TCP, UDP
xdmcp
X Display Manager Control Protocol
178
TCP, UDP
nextstep
NextStep Window Server
179
TCP, UDP
bgp
Border Gateway Protocol (BGP)
180
TCP, UDP
ris
Intergraph
181
TCP, UDP
unify
Unify
182
TCP, UDP
audit
Unisys Audit SITP
183
TCP, UDP
ocbinder
OCBinder
184
TCP, UDP
ocserver
OCServer
185
TCP, UDP
remote-kis
Remote-KIS
186
TCP, UDP
kis
KIS Protocol
187
TCP, UDP
aci
Application Communication Interface
188
TCP, UDP
mumps
Plus Five’s MUMPS
189
TCP, UDP
qft
Queued File Transport
190
TCP, UDP
gacp
Gateway Access Control Protocol
191
TCP, UDP
prospero
Prospero
192
TCP, UDP
osu-nms
OSU Network Monitoring System
193
TCP, UDP
srmp
Spider Remote Monitoring Protocol
194
TCP, UDP
irc
Internet Relay Chat (IRC) Protocol
195
TCP, UDP
dn6-nlm-aud
DNSIX Network Level Module Audit
196
TCP, UDP
dn6-smmred
DNSIX Session Management Module Audit Redirector
197
TCP, UDP
dls
Directory Location Service
198
TCP, UDP
dls-mon
Directory Location Service Monitor
199
TCP, UDP
smux
SMUX
200
TCP, UDP
src
IBM System Resource Controller
201
TCP, UDP
at-rtmp
AppleTalk Routing Maintenance
202
TCP, UDP
at-nbp
AppleTalk Name Binding
203
TCP, UDP
at-3
AppleTalk Unused
204
TCP, UDP
at-echo
AppleTalk Echo
205
TCP, UDP
at-5
AppleTalk Unused
206
TCP, UDP
at-zis
AppleTalk Zone Information
207
TCP, UDP
at-7
AppleTalk Unused
208
TCP, UDP
at-8
AppleTalk Unused
209
TCP, UDP
tam
Trivial Authenticated Mail Protocol
210
TCP, UDP
z39.50
ANSI Z39.50
211
TCP, UDP
914c/g
Texas Instruments 914C/G Terminal
212
TCP, UDP
anet
ATEXSSTR
213
TCP, UDP
ipx
214
TCP, UDP
vmpwscs
VM PWSCS
215
TCP, UDP
softpc
Insignia Solutions
216
TCP, UDP
atls
Access Technology License Server
217
TCP, UDP
dbase
dBASE UNIX
218
TCP, UDP
mpp
Netix Message Posting Protocol
219
TCP, UDP
uarps
Unisys ARPs
220
TCP, UDP
imap3
221
TCP, UDP
fln-spx
Berkeley rlogind with SPX authentication
222
TCP, UDP
fsh-spx
Berkeley rshd with SPX authentication
223
TCP, UDP
cdc
Certificate Distribution Center
224–241
T/A
T/A
Tidak digunakan; dicadangkan
242
TCP, UDP
direct
Direct
243
TCP, UDP
sur-meas
Survey Measurement
245
TCP, UDP
link
LINK
246
TCP, UDP
dsp3270
Display Systems Protocol
247
TCP, UDP
subntbcst_tftp
SUBNTBCST_TFTP
248
TCP, UDP
bhfhs
bhfhs
249–255
T/A
T/A
Tidak digunakan; dicadangkan
345
TCP, UDP
pawserv
Perf Analysis Workbench
346
TCP, UDP
zserv
Zebra server
347
TCP, UDP
fatserv
Fatmen Server
371
TCP, UDP
clearcase
Clearcase
372
TCP, UDP
ulistserv
UNIX Listserv
373
TCP, UDP
legent-1
Legent Corporation
374
TCP, UDP
legent-2
Legent Corporation
port
Wireshark – Network Traffic Analyzer
Wireshark adalah tools untuk menganalisis lalu lintas paket data di jaringan. Lazim dipanggil sebagi SNIFFER (pengintai). Sniffer adalah tools yang berkemampuan menangkap paket data dalam jaringan Wireshark mampu mendecode paket data dalam banyak jenis protokol. Tersedia pada operasi sistem linux dan windows.
Nessus – Remote Network Security Auditor
Nessus adalah scanner untuk mengetahui celah keamanan komputer, baik komputer anda atau komputer siapapun. Kemampuannya yang lengkap sebagai Vulnerability Scanner adalah nyata karena didukung dengan fitur high speed discovery, configuration auditing, asset profiling, sensitive data discovery, dan vulnerability analysis of our security posture.
NMAP – The Network Mapper
Adalah tools pemetaan jaringan (network) terbaik yang pernah ada sejauh ini. Panggunaannya yang praktis, konfigurasi yang mudah, dan kehandalannya dalam memetakan jaringan komputer di manapun. Dengan Nmap, anda dapat mengetahui komputer-komputer (hosts) apa saja yang sedang terhubung dalam sebuah jaringan, apa service (aplikasi) yang sedang dijalankan komputer itu (host), apa sistem operasi komputer yang dipakai, apa tipe firewall yang digunakan, dan karakteristik lainnya dari komputer.
Etherape – Graphical Network Monitor Modeled after Etherman
Etherape adalah tools untuk memonitor jaringan dengan tampilan grafis. Tools ini dilengkapi dengan kemampuan menghasilkan grafik dari lapisan jaringan, mode IP dan TCP, serta menampilkan kegiatan network (jaringan) secara grafis. Kita dapat memfilter traffic apa saja yang mau ditampilkan secara grafis.
Kismet
Siapa yang tak kenal tools ini? Sebuah tools terbaik dan satu-satunya di dunia yang mampu mendeteksi setiap jaringan (network) wireless dengan sempurna tanpa cacat sekalipun jaringan tersebut telah berusaha disembunyikan. Dengan tools standar, kita kadang terkecoh bahwa ternyata ada jaringan yang tetap ada namun tak terpantau oleh komputer kita. Kismet adalah detektor jaringan wireless, sniffer, dan sistem pendeteksi penyusup pada komputer. Kismet dapat bekerja pada beragam tipe wireless card, dengan syarat wireless card kita memiliki fitur MODE MONITOR. Kismet dapat melakukan sniffing pada traffic-traffic 802.11b, 802.11a, dan 802.11g.