BAB I
PENDAHULUAN
A.
Wacana.
Wacana
adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi
dan kohesi tinggi yang berkesinambungan,
yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan
tulis. Pemahaman ini mengacu kita pada wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi
merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren
merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide. Wacana ada
yang tidak kohesif, tetapi koheren (mengandung pengertian apik), perhatikanlah:
1. Ica dan kawannya sudah berangkat,
mobil dia bagus.
Kalimat (1) tidak kohesif sebagai
wacana, tetapi koheren; tidak kohesif dalam arti ‘dia’ pada (1) mengacu kemana
(‘ Ica’ atau ‘ kawannya’) wacana tersebut akan kohesif bila antara ‘Ica’ dan
‘kawannya’ terjadi pengulangan unsur menjadi:
2. Ica dan kawannya sudah berangkat,
mobil Ica (kawannya) bagus.
Sebagai
wacana dapat terdiri atas kalimat (tuturan) yang berurutan, saling menopang
dalam urutan makna secara kronologis karena sifat linieritas bahasa. Sebagai
teks dapat kohesif dan koheren karena:
1. Pasangan yang berdekatan,
2.
Penafsiran
lokal’
3.
Prinsip
analogi (= tempat berpijak),
4. Pentingnya ko-teks.
Dalam
hal ini, berhubungan pula dengan prinsip pesapa tidak menyusun (membentuk)
konteks yang lebih luas bila dipertimbangkan prinsip pasangan berdekatan
(ko-teks). Perhatikanlah:
3. Ania : “ Aku belum sarapan.”
Susi : “ Ada roti di dalam tasku.”
Atau
4.
Tutty
: “ Bu, ada telepon!”
Ibu : “
Lagi di kamar mandi!”
B.
Jenis-Jenis Wacana.
Jenis
wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi,
cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Menurut realitasnya, wacana merupakan
verbal (1) dan nonverbal (1) sebagai media komunikasi berwujud tuturan lisan
dan tulis, sedangkan dari segi pemaparan, kita dapat memperoleh jenis wacana
yang disebut naratif, deskriptif,
prosedural, ekspositori, dan hortatori; dari jenis pemakaian kita akan
mendapatkan wujud monolog (satu orang penutur), dialog (dua orang penutur), dan
polilog (lebih dari dua orang penutur) (tentang monolog, dialog dan polilog,
lihat Halim, 1974).
Realitas
wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal.
Rangkaian kebahasaan verbal atau language
exit (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu
pada struktur apa adanya; nonverbal atau linguage
likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (yakni rangkaian
isyarat atau tanda-tanda yang bermakna (bahasa isyarat). Wacana nonbahasa yakni
berupa isyarat, antara lain berupa:
- Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau
muka, meliputi:
a.
Gerakan
mata, antara lain melotot, berkedip, menatap tajam (dapatkah kita menentukan
maknanya, misalnya, melotot= marah; melotot= ‘menyuruh pergi’ dan sebagainya).
b.
Gerak
bibir, antara lain: senyum, tertawa, meringis.
c.
Gerak
kepala, antara lain: mengangguk, menggeleng.
d.
Perubahan
raut muka (wajah), antara lain: mengerutkan kening, bermuka manis, bermuka
masam.
- Isyarat yang ditunjukkan melalui anggota gerak
tubuh selain kepala, meliputi:
a.
Gerak
tangan, antara lain: melambai, mengepal, mengacungkan ibu jari, menempelkan
telunjuk pada bibir, menunjuk dahi.
b.
Gerak
kaki, antara lain: mengayun, menghentak-hentakan, menendang-nendang.
c.
Gerak
seluruh tubuh, antara lain: seperti terlihat pada pantomim, memiliki makna
wacana sampai teks.
Tanda-tanda
nonbahasa yang bermakna berupa: (1) tanda-tanda rambu-rambu lalu lintas, (2) di
luar rambu-rambu lalu lintas. Tanda lalu lintas, misalnya dengan warna lampu
stopan: merah berarti ‘berhenti’ , kuning berarti ‘siap untuk maju’ ; dan hijau berarti boleh
maju ‘boleh maju’ ; tanda di luar lalu lintas adalah bunyi-bunyi yang
dihasilkan dari kentongan, misalnya berarti ada bahaya. Realitas makna
kentongan diwujudkan oleh masyarakat pendukung wacana tersebut.
Wujud
wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan
tulisan. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa:
- Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari
awal sampai akhir, misalnya obrolan di warung kopi.
- Satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian
percakapan yang lengkap, biasanya memuat: gambaran situasi, maksud,
rangkaian penggunaan bahasa).
Penggalan
wacana ini berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang berkomunikatif. Wacana dengan media
komunikatif tulis dapat berwujud, antara
lain:
- Sebuah teks atau bahan tertulis yang dibentuk
oleh lebih dari satu alinea yang mengungkapkan sesuatu secara
berurutan dan utuh, misalnya
sepucuk surat, sekelumit cerita, sepenggal uraian ilmiah.
- Sebuah alinea, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas
sebuah alinea, dapat dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan
situasi yang utuh.
- Sebagai wacana (khusus bahasa indonesia)
mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk dengan subordinasi dan
koordinasi atau sistem elipsis.
Pemaparan
wacana ini sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan
pemaparan, wacana meliputi wacana naratif, prosedural, hortatori, ekspositori,
dan deskriptif. Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa)
melalui penonjolan pelaku (persona I dan III). Isi wacana ditujukan kearah memperluas
pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana ini terletak pada urutan
cerita berdasarkan waktu, cara-cara bercerita, atau aturan alur (plot).
Wacana
prosedural dipaparkan dengan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan
dan secara kronologi; wacana Hortatori adalah tuturan yang berisi ajakan atau
nasihat; wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu; dan wacana deskriptif
berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan
pengalaman maupun pengetahuan penuturnya.
Jenis
pemakaian berwujud monolog, dialog dan polilog. Wacana monolog merupakan wacana
yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicaraan antara dua pihak
yang berkepentingan. Jenis wacana ini berupa: surat, bacaan, cerita dan
lain-lain. Wacana yang berwujud dialog berupa percakapan atau pembicaraan
antara dua pihak, terdapat pada konversasi. Wacana dialog berupa: pembicaraan
telepon, tanya jawab, wawancara, teks drama dan film. Wacana polilog melibatkan
partisipant pembicaraan di dalam konversasi.
- Wacana dan
Fungsi Bahasa Dalam Komunikasi
Wacana
dengan unit konversasi ini memerlukan unsur komunikasi yang berupa sumber
(pembicara/penulis/pendengar), penerima(pendengar/pembaca/pembicara), saluran
komunikasi, pesan, dan pokok masalah. Semua unsur komunikasi berhubungan dengan fungsi bahasa. Fungsi
bahasa meliputi: fungsi ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan
pemaparan secara ekspositori; fungsi fatik (pembuka konversasi) yang
menghasilkan dialog pembuka, misalnya, assalamuaiaikum,
yang diucapkan pada pembuka jenis wacana lisan transaksional (pidato). Wacana
fatik melibatkan unsur saluran komunikasi; fungsi informasional menyangkut
pokok masalah di dalam unsur komunikasi. Wacana informasional, misalnya
pengumuman, yang ditonjolkan hanya bagian inti yang dipentingkan sebab sebagian
besar sudah diketahui bersama; fungsi estetik lebih menyangkut unsur pesan
sebagai unsur komunikasi (setiap karya sastra mengandung pesan); fungsi direktif
berhubungan dengan pembaca/pendengar sebagai penerima isi wacana secara
langsung dari sumber.
- Wacana dan
Komposisi
Komposisi merupakan bentuk pengungkapan gagasan berupa
gubahan yang tercermin dalam susunan berupa kalimat. Komposisi dapat berupa:
majalah skripsi, berita koran, pidato dan surat. Karya sastra yang berupa sajak,
cerpen dan novel pun merupakan
komposisi.
- Ciri Utama Komposisi
Ciri
utama komposisi adalah kepaduan. Kepaduan ini berbentuk oleh adanya kesatuan
dan pertautan. Kesatuan itu berkenaan dengan pokok masalah, sedangkan pertautan
itu berkenaan dengan hubungan antara bagian yang satu dan bagian yang lain,
yang berupa kalimat, paragraf, pasal, dan bab; bagian yang berupa bab lazim
terdapat pada komposisi yang berbentuk buku.
- Upaya (Deuice) Pertautan
Pertautan
lazim digunakan oleh ungkapan penghubung dan pengulangan unsur kalimat
(dikatakan pula sebagai upaya pembentuk kohesi wacana).
- U paya Penghubung Antarkalimat dan Penghubung
Paragraf
Upaya yang digunakan sebagai
penghubung antarkalimat, antara lain:
- Oleh sebab itu
- Namun
- Akan tetapi
- Dengan demikian
- Selanjutnya
- Selain itu
BAB II
KONTEKS DAN UPAYA WACANA
- Konteks Wacana
Konteks
wacana dibentuk oleh berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar,
waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan saluran.
Unsur-unsur yang berhubungan pula dengan unsur-unsur yang terdapat dalam setiap
komunikasi bahasa, unsur-unsur tersebut antara lain:
- Latar (Setting dan Scene)
- Peserta (participants)
- Hasil (ends)
- Amanat (Message)
- Cara (Key)
- Sarana (Instrument)
- Norma (Norms)
- Jenis (Genre)
- Rincian Dalam
Konteks
Unsur-unsur
pembicara, pendengar, dan benda atau situasi (keadaan, peristiwa, dan proses)
yang menjadi acuan di dalam konteks wacana dapat dirinci. Ciri-ciri orang dapat
diperjelas acuannya, misalnya dengan ciri fisik (luar) atau dengan uraian yang
agak emosional, bahkan dapat pula dinyatakan dengan perbuatan yang sedang
dilakukan orang tersebut. Bila kita perhatikan antara lain ada:
- Rincian Fisik (Ciri Luar)
- Rincian Emosional
- Rincian Perbuatan
- Rincian Campuran
- Referensi dan
Inferensi
Referensi
yang digunakan dalam bahasa adalah unsur-unsur yang disebut nama diri,
pronomina persona ( orangan), dan unsur kosong
(sifat) atau hilang. Unsur pelaku perbuatan, penderita perbuatan
(pengalaman), pelengkap perbuatan dan perbuatan yang dilakukan pelaku, serta
tempat perbuatan dapat kita temukan, baik pada wacana lisan maupun tulis. Unsur
tersebut sering diulang untuk memperjelas makna, dan sebagai acuan (referensi).
- Kohesi dan Koherensi
Kohesi
adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dan unsur yang lain dalam
wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren. Kohesi merujuk
pada pertautan bentuk, sedangkan koherensi
pada pertautan makna.
- Referensi
(Endofora dan Eksofora)
Secara
tradisional, referensi adalah hubungan antara kata dan benda, tetapi lebih luas
lagi referensi dikatakan sebagai hubungan bahasa dengan dunia. Ada pula yang
menyatakan referensi adalah hubungan bahasa dengan dunia tanpa memperhatikan pemakai
bahasa. Referensi dapat berupa endofora (anafora dan katafora), dan eksofora.
Endofora bersifat tekstual, referensi (acuan) ada di dalam teks, sedangkan
eksofora bersifat situasional (acuan atau referensi berada di luar teks).
BAB III
WACANA DAN PRAGMATIK
- Hubungan
Wacana dan Pragmatik
Masyarakat
wacana adalah masyarakat yang terikat oleh penulis-pembaca (dengan upaya wacana
tulis), lain halnya dengan masyarakat tutur (speech community) yang terikat
pembicara penyimak (dengan upaya wacana lisan) di dalam sosiolinguistik. Baik
masyarakat wacana maupun masyarakat tutur memiliki media, kelompok dan struktur
yang berbeda, yaitu:
- Masyarakat wacana memiliki media tulis,
kelompok sosioretik, dan struktur sentrifugal.
- Masyarakat tutur memiliki media lisan, kelompok
sosiolinguistik, dan struktur sentripetal.
Media
merupakan sarana dalam jalur komunikasi. Sarana sebagai upaya dalam masyarakat
tutur berupa berbicara-menyimak (speaking-listening), sedangkan di dalam
masyarakat wacana berupa menulis-membaca (writing-reading). Sarana bagi
masyarakat wacana berfungsi sebagai pengawet (tulisan) yang dapat disimpan dan
diwariskan secara turun-temurun. Sarana pada masyarakat tutur sulit untuk
diawetkan karena terikat niang dan waktu (berlaku pada saat tertentu saat
ujaran terjadi).
- Praduga
Praduga
pragmatik merupakan asumsi pembicara yang merupakan ekspresi yang disusunnya
dapat diterima pendengarnya (pembacanya) tanpa tantangan (penolakan). Praduga
disebut pula sebagai salah satu jenis inferensi pragmatik (lebih didasarkan ada
struktur linguistik kalimat-kalimat pada permukaan).
- Deiksis
Fenomena
deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara
bahasa dan konteks di dalam struktur bahasa itu sendiri. Deiksis berdasarkan prototipe
adalah penggunaan pronomina demonstratif, pronomina persona I dan II, kala,
temporal khusus dan lokasi (misalnya sekarang, di sini dan termasuk ciri-ciri
gramatikal yang terikat langsung di dalam situasi tuturan. Deiksis dapat berupa
lokasi (tempat), identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan
yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungan dimensi ruang dan
waktu pada saat dituturkan oleh pembicara atau kawan pembicara.
- Tindak Ujar
Tindak
ujar (speech act) akan berkembang dalam analisis wacana dan merupakan unsur
pragmatik yang melibatkan pembicara pendengar/penulis pembaca serta yang
dibicarakan. Para psikolog menganjurkan bahwa pemerolehan konsep tindak ujar
secara mendasar merupakan prasyarat dari pemerolehan bahasa pada umumnya.
Ciri
khusus tindak ujar mengandung verba performatif sebagai berikut:
- Menyatakan
- Bertanya
- Menyuruh
- Memohon
- Mengingatkan
- Bertaruh
- Menganjurkan
- Jenis Tindak Ujar Langsung
Tindak
ujar dapat diklasifikasikan ke dalam tindak ujar langsung (indirect speech acts) dan tindak ujar tak langsung (indirect speech acts). Tindak ujar
langsung menunjukkan fungsinya dalam keadaan (tindakan) lansung dan literal
(penuturan sesuai kenyataan).
- Jenis Tindak Ujar Tak Langsung
Dalam
berbagai hal, tindak ujar langsung tak cenderung selalu terjadi seperti
dinyatakan terdahulu bahwa tindak ujar langsung dapat dinyatakan melalui upaya:
(1) penuturan sesuai dengan kenyataan “tuturan situasional” (literal
utterance), dan (2) penggunaan VP sebagai tindak ujar. Ke dalam tindak ujar
langsung tersebut dapat ditambahkan “kondisi yang menyenangkan dengan membuat
ujaran tak langsung”.
BAB IV
HUBUNGAN GRAMATIKAL DAN SEMANTIK DALAM WACANA
- Hubungan
Gramatikal
Hubungan
gramatikal wacana dapat dipertimbangkan dari analisis wacana secara
mikrostruktural (melalui unsur-unsur pendukung wacana) dan secara
makrostruktural (melibatkan pelatar depanan (foreground) dan pelatar belakangan
(background) dari wacana sebagai berikut:
Unsur-unsur
gramatikal yang mendukung wacana dapat berupa:
- Unsur yang berfungsi sebagai konjungsi (penghubung) kalimat atau satuan yang
lebih besar, seperti dengan demikian, maka, itu sebabnya, oleh karena itu,
lagipula, kemudian setelah itu, sementara itu, ketika, misalnya, sekiranya,
jangankan;
- Unsur kosong, unsur yang lebih diselapkan
mengulangi apa yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu (yang lain).
- Kesejajaran antar bagian.
- Referensi, baik endofora (anafora dan katafora)
maupun eksofora.
- Kohesi leksikal, dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
- Pengulangan
- Sinonimi
- Hiponimi
- Kolokasi
- Konjungsi merupakan unsur yang menghubungkan
konjungsi (klausa/kalimat), di dalam wacana. Konjungsi dapat berupa :
·
Elaborasi
·
Ekstensi
- Hubungan
Antarklausa
Hubungan
semantis merupakan hubungan antar proposisi dari bagian-bagian wacana. Hubungan
proposisi-proposisi dalam kalimat atau antarklausa. Hubungan antarproposisi
dapat berupa hubungan antarklausa yang dapat ditinjau dari segi (a) jenis
kebergantungan (interdependency), dan
(b) hubungan logika semantik.
- Hubungan
Logika Semantik
Hubungan
logika semantik dapat dikaitkan dengan fungsi semantik konjungsi yang dapat
berupa: (1) Ekspansi (perluasan), meliputi: elaborasi, penjelasan/penambahan;
(2) proyeksi, berupa: ujaran dan gagasan.
- Hubungan
Semantik
Hubungan
logika semantik dapat terjadi dari sudut pandang hubungan antarklausa. Hubungan
makna antar proposisi pada wacana tersebut. Hubungan semantik antar proposisi
pada wacana tersebut berupa:
- Ibarat
- Generik-spesifik
- Sebab-akibat
- Alasan-akibat
- Sarana-hasil
- Sarana-tujuan
- Latar-simpulan
- Syarat-hasil
- Perbandingan
- Parafrastis
- Aditif, berhubungan dengan waktu
- Aditif, berhubungan dengan kondisi
- Identifikasi
- Implikatif